Pendakian Gunung Lawu via Candi Ceto

August 07, 2018

Helo pembaca Volcanote Indonesia 😅
Pada kesempatan ini saya akan menceritakan pengalaman pendakian Gunung Lawu via Candi Ceto. Yaps, Candi Ceto adalah candi bercorak Hindu yang terletak di Desa Gumeneng Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Candi ini selain sebagai destinasi wisata juga merupakan tempat dimulainya pendakian Gunung Lawu, meskipun trek di Candi Ceto ini adalah yang terjauh (menurut saya) wqwq. 
Saya memulai pendakian bersama Abiyaksa, Pandu dan Mbak Ira. Bzzzzz one of them is anak mapala gaess, aku mah apa cuma kulit kwaci 😂 oke skip, kami memulai pendakian pada hari Sabtu 4 Agustus 2018. Dari rencana awal kita akan mendaki pagi, karena sempat kehabisan tiket kereta dan sebagainya akhirnya kami memulai pendakian pada pukul 15.30 sore, betapa bahagianya sebentar lagi adzan maghrib *ya kaleee bulan puasa* 😇

Gerbang Pendakian Gunung Lawu
Sabtu, 4 Agustus 2018
Pos Registrasi - Pos 1 (60 menit)
Berdasarkan informasi dan foto-foto sebagai bukti otentik yang saya terima, azeeeeg 📷 dulu pendakian gunung Lawu dimulai dengan memasuki area Candi Ceto, namun sekarang ada jalur khusus di samping Candi yang arahnya menuju pos registrasi, pertama-tama kita akan disambut beberapa anak tangga, ngga banyak sih, tapi GEDE-GEDE SOB !!!🏃Kemudian kita akan menemukan gapura pertama, ikuti saja terus maka di sebelah kanan akan ada pos registrasi. Biaya simaksi pendakian Lawu via Ceto adalah Rp. 15.000,- (Agustus 2018). Setelah melakukan registrasi dan bincang ringan, kami memulai perjalanan yang sesungguhnya, *sungguh kau buat ku bertanya-tanya, wkwk lirik lagu teka-teki nya Mbak Raisa* 🎵 Kembali kita akan disambut sebuah gapura selamat mendaki gunung lawu via ceto, yhaaa disini aku merasa disambut sekalipun cuma oleh sebuah gapura 🎡 Selanjutnya ikuti saja jalan setapak, kita akan menemukan beberapa warung yang buka sampai sore hari di area Puri Saraswati, warung ini menjual berbagai makanan dan cendera mata untuk pengunjung. Melewati beberapa penjual yang menggoda itu, kita menuju Candi Kethek, kami hanya lewat saja mengingat waktu sudah cukup sore agar tidak memakan waktu malam terlalu banyak untuk berjalan. Selepas Candi Kethek, jalan cukup landai hingga kita menemukan sungai, tapi di cuaca yang kemarau seperti ini air sungai ini sangat kering. Setelah sungai kemudian kita akan menemukan ladang, dari sini belum terlalu menanjak, untuk waktu santai bisa ditempuh kurang lebih 1 jam. Vegetasi belum terlalu rapat, kita masih bisa melihat pemukiman warga dan lampu kota saat malam hari. Pos 1 ada di ujung jalan ditandai dengan sebuah shelter dan terdapat mata air melalui sebuah pipa.

Pos 1 - Pos 2 (50 menit)
Menuju pos 2 vegetasi mulai merapat, jalur cukup jelas tidak ada percabangan yang membingungkan. Di sepanjang jalan kita akan menjumpai beberapa pipa yang ditanam sebagai sumber mata air. Sebelum sampai di pos 2 akan ada beberapa area camp yang tidak terlalu luas, kami lanjut saja berjalan mengingat hari mulai sore, sinar matahari mulai tenggelam di balik hutan Gunung Lawu. Jalur masih bisa dibilang santai, walaupun dominan menanjak tapi akan nyaman di kaki karena berpijak pada tanah. Pukul 17.30 kami sampai di pos 2. Pos 2 adalah area yang tidak terlalu luas tapi bisa digunakan untuk 6-7 tenda ukuran sedang. Di pos ini terdapat shelter yang beratap seng. Ada dua pohon besar di pos ini, satu yang sudah tidak berdaun dililit dengan kain berada di tepi pos 2. Kami break cukup lama disini menunggu usai maghrib sambil membuat api unggun di dalam shelter, ingat pastikan bahwa api unggun sudah benar-benar mati ketika meninggalkannya ⚡karena sepercik api yang tertinggal bisa menyebabkan area mudah terbakar apalagi pada musim kemarau seperti ini. Karena suhu di Lawu sedang cukup dingin, sewaktu kami mendaki mencapai 1 derajat celcius, bisa dibayangkan betapa dingin, semacam kulkas bocor laaah 😱 setelah menghangatkan badan dan membuat minuman, kami melanjutkan perjalanan pukul 18.40, senter kami hidupkan dan tidak lupa menggunakan jaket.

Pos 2 - Mata Air (80 menit)
Nampaknya cuaca tidak bergurau dengan kami, satu jam lamanya kami berjalan tidak ada keringat yang menetes sama sekali, dingin tidak gerah pun tidak. Bukti bahwa cuaca Gunung Lawu benar-benar dingin. Jalur menuju pos 3 lebih banyak tanjakan yang cukup membuat kaki kaku, apalagi setelah break cukup lama, otomatis harus menyesuaikan langkah lagi dan bernafas pada malam hari ditengah hutan yang rapat cukup membuat nafas terengah-engah. Ada beberapa pendaki yang kami jumpai sedang turun, dan saat itu kami membutuhkan tambahan gas untuk memasak. Beruntungnya kami bertemu rombongan pendaki dari Semarang yang dengan cuma-cuma memberikan 1 botol gas kepada kami, Mas..Mbak... dimanapun kalian berada semoga kalian membaca tulisan ini dan kami ingin mengucapkan terimakasih, senang bisa bertemu kalian 😊 lanjut berjalan beberapa kali kami berhenti sebentar untuk mengatur nafas, pendakian pada malam hari membutuhkan ekstra fokus, serta senter jangan sampai redup 💡 Sekitar pukul 20.00 kami sampai di mata air, pos ini berada persis di bawah pos 3. Setelah kami pertimbangkan kami memilih camp di mata air saja untuk memudahkan saat mengambil air. Kami mendirikan dua tenda berdekatan sambil membuat api unggun dan memasak. Kami merencanakan summit esok hari, karena letak camp kami masih jauh dari puncak, kami harus me-manage waktu dengan baik agar tidak kemalaman saat turun. Malam ini kami memasak sop ayam 🐓

Minggu, 5 Agustus 2018
Mata Air - Pos 4 (90 menit)
Setelah memasak nasi goreng untuk sarapan 🍛 pukul 08.15 kami memulai pendakian ke puncak Hargo Dumilah, saran saya adalah *jengjengjeng* 📢 usahakan pendakian via Ceto dimulai pada pagi hari agar bisa mencapai pos 5, supaya untuk summit tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Sebentar saja setelah meninggalkan camp di mata air, kami sampai di pos 3, pos 3 ini terdapat satu shelter dan bisa digunakan untuk 4-5 tenda kapasitas sedang. Tidak berlama-lama kami melanjutkan perjalanan. fyi gunakan masker/buff untuk mengantisipasi debu yang tiada tara jumlahnya, apalagi saat berpapasan dengan pendaki yang turun, tanah yang kering akan berterbangan kemana-mana, saling menghormati itu prinsipnya 😉. Jalur masih berupa hutan yang cukup rapat, di sebelah kanan kami bisa melihat punggungan Gunung Lawu yang lain yang puncaknya masih terlihat sangat jauh. Setelah sekitar 1,5 jam berjalan kami sampai di Pos 4. Pos ini ditandai dengan sebuah shelter di kiri jalan, ada 5 tenda berdiri disini yang ditinggal penghuninya untuk summit. Setelah break sekitar 15 menit kami melanjutkan perjalanan ke pos 5.

Pos 4 -  Pos 5 (90 menit)
Menuju pos 5, jalan yang kami lalui masih berdebu dan belum keluar dari vegetasi, sesekali ada bonus berupa jalan landai yang cukup melegakan langkah kaki 😂 ujung bukit yang kami daki terasa sangat php, dekat di mata jauh di kaki 😅 setelah sekitar 1 jam berjalan, kami sampai di ujung  vegetasi, sabana mulai terlihat dari sini, dan jalur yang kami lewati mulai banyak landai, yhaaa meskipun harus melawan terik matahari yang cepat membuat dehidrasi, tapi permulaan sabana lawu ini sangat pas di hati dan kamera pribadi, wkwk 🌿 menyusuri jalur tepian sabana, kami bertemu dengan beberapa pendaki yang turun, dalam hatiku berkata "enak banget jam segini udah turun" 🐣sambil diiringi rasa iri dan dengki yang melanda 😏 sekitar pukul 11.00 kami sampai di Pos 5 atau disebut bulak peperangan. Pos 5 ini merupakan area yang terbuka, tapi kami rasa akan cukup dingin jika mendirikan tenda disini. Dari pos 5 ini kita bisa memandang Lawu dari sisi lain, dari sabananya yang sangat luas. Benar-benar memanjakan mata, rasa ingin berlama-lama tapi takut tidak tahan dengan suhunya sedang kami masih mengejar puncak Hargo Dumilah, oke dengan sedikit tertatih wkwk kayak lagu tertatih kami berjalan lagi. Setelah melewati sabana luas di kanan kiri kami bertemu dengan sebuah area bekas kebakaran, nampaknya baru beberapa hari yang lalu, rumput yang hijau menguning sebagian menjadi hitam 🌱 cepat menghijau lagi yaa Lawu ⛺

Pos 5

Menyusuri sepanjang sabana, kami sampai di sebuah area landai yang cukup rindang tertutup pepohonan, kami sampai di Gupakan Menjangan. Area ini sangat cocok dijadikan tempat camp sebelum summit karena tidak terlalu terbuka dan cukup dekat jaraknya dengan puncak. Ada beberapa tenda yang sudah berdiri disini. Kami berlalu sambil menyapa para pendaki yang stay di Gupakan Menjangan. Setelahnya kita masih menemui sabana yang lebih landai dari sebelumnya, ini merupakan batas akhir sabana di Gunung Lawu via Ceto. Jalur yang kami lalui menyerupai oro-oro ombo di Gunung Semeru, jadi bisa dikatakan kita sedang mendaki Lawu rasa Semeru ⛳ Sampai di batas akhir sabana, jalur kembali menanjak sebelum masuk area Pasar Dieng, kami beberapa kali break disini karena matahari semakin terik dan debu berterbangan.


Sabana di sekitar Gupakan Menjangan
Memasuki area Pasar Dieng yang terdiri dari bebatuan, kami menemukan sebuah tulisan dari pengelola Gunung Lawu, bahwa pengunjung tidak boleh memindahkan batu manapun karena merupakan situs budaya. Oke jika kita menemukan hal seperti ini sebaiknya hormati saja, toh apa gunanya juga memindah-mindahkan sesuatu dari tempatnya, cuma akan mengurangi keindahan tempat tersebut, cieeee wkwk 😄


Lewat jam 12 siang kami keluar dari pasar Dieng dan dari sana sudah terlihat bangunan yang kami idam-idamkan sejak tadi, MBOK YEEEEEEMMMM aku kemudian mempercepat langkah untuk menuju warung legendaris dan menyantap seporsi nasi pecel di siang hari ini. Jalur menuju Hargo Dalem atau warung Mbok Yem terdapat 3 anak tangga dan warung-warung sudah berjejer di ujung tangga tersebut. Sampai di warung Mbok Yem kami segera memesan nasi pecel, gorengan, dan dua gelas teh hangat untuk makan siang sambil beristirahat. Di Hargo Dalem, kami bertemu dengan rombongan pendaki lain dari jalur Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang. Kami beristirahat sampai sekitar 1 jam lamanya 😄

Warung Mbok Yem
Puncak Hargo Dumilah
Pukul 14.30 kami bergegas bangun dan mempersiapkan diri menuju puncak Hargo Dumilah, jalur yang akan kami daki terlihat jelas dari warung Mbok Yem, menurut peta yaaa 15 menit sudah sampai tapi kalau dilihat jalurnya yang tinggi itu rasanya mission impossible *yaelah belum dicoba udah pesimis* 😂 saya mencoba jalur tersebut dengan setengah berlari, trek yang dilalui adalah tanah kering dengan bebatuan kecil yang mudah rapuh, jadi hati-hati saat berpijak 😹 tidak beberapa lama kemudian kami sudah melihat tugu pertanda puncak sudah dekat, dalam hatiku berkata "yess sebentar lagi", lalu segera mempercepat langkah. Dan *jengjengjeng* sampailah di Puncak Hargo Dumilah pukul 14.45 so, estimasi yang diberikan pada peta adalah tepat akurat wkwk terimakasih peta 💞

Puncak Hargo Dumilah
Kami bersama 7 orang pendaki dari Jakarta yang berada di Puncak Lawu sore itu, mereka ternyata juga melewati jalur Ceto. Ini summit paling sore yang pernah saya lakukan 😅 pada saat itu puncak Lawu sangat cerah, terkadang lautan awan menghiasi di bagian timur dan langit biru terlihat jelas, angin tidak terlalu kencang tapi sekali berhembus dinginnya melebihi cangkir energen yang tadi kami tinggalkan di camp mata air 😂

Pukul 15.10 kami bergegas turun agar tidak kemalaman sampai di camp. Kami berencana langsung turun karena Senin sudah harus kembali bekerja keras bagai kuda 🐴. Dengan tempo ala kadarnya kami sampai kembali di camp mata air pukul 17.30, kami sempat menyalakan api unggun untuk menghangatkan badan kembali dan memastikan bahwa api sudah benar-benar mati ketika kami tinggalkan. Sepanjang turun debu semakin banyak berterbangan, sediakan buff karena cukup mengganggu pernafasan dan pandangan 😷. Kami turun dari camp mata air pukul 19.30 setelah selesai packing dan membereskan semuanya. Kami turun pelan saja, mengingat jalur di malam hari memerlukan fokus yang tinggi. Kami hanya bersama pendaki Jakarta yang juga turun malam itu. Di pos 2 dan pos 1 kami sempat break sebentar untuk sekedar minum dan makan kacang yang kami beli di warung Mbok Yem tadi. Sampai pukul 22.00 alhamdulillah kami berhasil sampai ke basecamp dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Pos registrasi masih dijaga dan dipantau dengan baik. Saluuuuuuttt 😊. Kami segera beristirahat sebentar sambil menunggu mobil travel yang menjemput kami dari basecamp ke Stasiun Solo Balapan. Hawa dingin masih saja menyelimuti Lawu dan sekitarnya, pengelola basecamp bahkan bercerita bahwa sempat terjadi suhu minus di Gunung Lawu, bayangkan betapa dinginnya gaes betapa 😱

Setelah travel jemputan datang, kami pamit kepada pihak Basecamp Pak Tarjo dan segera berangkat ke stasiun, kurang lebih pukul 01.00 dini hari kami sampai di Stasiun Solo Balapan, kami lanjut mencari makan di depan Stasiun dan menunggu pukul 03.00 untuk memesan tiket Prameks kembali ke Jogja. Sekian dari kami, sampai jumpa ya dengan cerita yang lebih weird/gemas/@#$%^&*! 😸
Salam lestari 🌻 (btw itu bunga matahari ya, ya kali ada bunga lestari wkwk jayus)

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe